Kementerian Perdagangan optimis perkirakan ekspor produk kimia hingga akhir tahun ini mencapai US$13,7 miliar. Temu bisnis digelar untuk mendukung ekspor dan memulihkan pangsa pasar yang selama ini tergerus.
Direktur Jenderal PEN Didi Sumedi menerangkan, secara keseluruhan sepanjang 2015–2020, ekspor produk kimia nasional berada dalam tren positif, baik dari sisi nilai dan volume.
Tren nilai ekspor naik 3,2%, sedangkan tren volume naik 8,2%. Sementara, pada periode Januari–April 2021, nilai ekspornya tumbuh signifikan hingga 38,1%.
“Dengan asumsi ekspor bulanan selama Mei–Desember sama dengan realisasi selama Januari-April, maka hingga akhir tahun ekspor produk kimia diperkirakan mencapai US$13–13,7 miliar atau meningkat sebesar 27,3-33,4% dibandingkan tahun lalu,” jelas Didi dalam rilis, Jakarta, Kamis (8/7).
Kemendag pun berupaya menggenjot ekspor dengan mengadakan agenda temu bisnis. Hal ini juga merupakan rangkaian program Peningkatan Daya Saing Produk Ekspor Utama Indonesia.
Dalam pembukaan, Direktur Kerja Sama Pengembangan Ekspor Marolop Nainggolan menyampaikan, permintaan impor produk kimia dunia naik 4,5% selama 2016–2020. Sementara tren ekspor Indonesia hanya tumbuh 3,2%.
“Walaupun tren ekspor produk kimia Indonesia positif, namun share (pangsa) mengalami penurunan. Artinya, pangsa pasar Indonesia diambil alih oleh negara pesaing,” kata Marolop.
Karena itu, kegiatan temu bisnis diharapkan dapat menjadi salah satu upaya menjangkau akses pasar yang lebih luas, agar terwujud peningkatan kinerja ekspor produk kimia nasional.
Sekjen Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI) Achmad Tossin Sutawikara menjelaskan, pupuk merupakan produk yang diawasi ekspornya. Sebab, prioritas utama adalah pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Kendati demikian, ekspor tetap dapat dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari Kementerian Pertanian dan setelah menghitung angka kecukupan dalam negeri.
“Temu bisnis ini sebagai peluang untuk memperluas akses pasar ekspor produk pupuk Indonesia ke pasar global. Lewat acara ini, sekaligus menunjukkan kesiapan asosiasi untuk membuka dialog dengan calon buyer dan perwakilan dagang di luar negeri,” ungkap Achmad.
Ketua Umum Asosiasi Industri Kimia Khusus Indonesia (AIKKI) Ridwan Adiputra mengatakan, saat ini produk kimia khusus banyak diperlukan oleh industri manufaktur. Tidak hanya dalam negeri, tapi juga mancanegara.
Ridwan juga mengapresiasi kegiatan temu bisnis sebagai tindak lanjut perluasan akses pasar ekspor produk kimia ke pasar global. Pihaknya pun yakin target peningkatan ekspor produk kimia dapat dicapai Indonesia.
“Hal tersebut dapat terealisasi, jika dilihat dari ekspornya yang menunjukkan pertumbuhan positif,” lanjut Ridwan.
Kesiapan Industri
Pada kesempatan temu bisnis, beberapa perusahaan menjabarkan kesiapan masing-masing untuk meningkatkan ekspor. Marketing and Sales Manager PT Indonesia Chemical Alumina (ICA) Muhammad Nabil mengutarakan, perusahaannya yang telah berdiri sejak 2006, merupakan satu-satunya produsen chemical grade alumina (CGA) di Indonesia.
Produk utama yang dihasilkan adalah alumina dan aluminium hydroxyde dengan kapasitas produksi mencapai 300.000 MT/tahun. Jangka pendek, perusahaan dapat mengekspansi ke pasar Filipina dan Vietnam.
Sementara, Marketing Manager PT Kawaguchi Kimia Indonesia Budy Liem menginformasikan perusahaannya merupakan menghasilkan produk specialty chemical, seperti mepoxe, cypoxe, benzoxe dan CUCL.
Pada awal berdirinya 1991, produksinya terbatas untuk memenuhi kebutuhan domestik. Seiring waktu berjalan, saat ini kapasitas produksinya mencapai 4.500 ton dan telah diekspor ke lebih dari 20 negara yang berada di kawasan Asia Timur, Asia Selatan, dan Timur Tengah.
Ke depan, perusahaan ini berencana melakukan penetrasi pasar ke Afrika Timur dan Afrika Selatan.
Pada kesempatan yang sama, perwakilan PT Pupuk Indonesia Adrian Perdana merinci lima pabrik yang dikelola memiliki kapasitas produksi mencapai 9,3 juta MT/tahun. Produk yang dihasilkan antara lain urea, NPK, gypsum dan ALF3.
Untuk produk urea, salah satu pasar ekspor di kawasan Asia Tenggara yang belum dapat ditembus adalah Thailand. Produk potensial ekspor lainnya adalah gypsum sebagai bahan baku semen, bata ringan, dan eternit.
Sehubungan over supply gypsum, diharapkan dapat dibantu akses pasar untuk produk ini.
Merespon paparan perusahaan, Kepala Indonesian Trade Promotion Center Osaka Dicky Farabi menginformasikan perihal inquiry produk pupuk dan akan berkoordinasi secara langsung dengan PT PI.
Sementara, Atase Perdagangan Malaysia Deden Muhammad mengapresiasi kemauan perusahaan untuk mengekspor produk berbasis bahan kimia ini. Misalnya, Malaysia yang konsisten mengimpor aluminium oksida.
Saat ini, katanya, produk itu dan produk bahan kimia lainnya, banyak diimpor Negeri Jiran untuk memenuhi kebutuhan industri keramik. Karena itu, sinergi akan dilakukan dengan perusahaan produsen di Indonesia.
“Masih terdapat inquiry dari perusahaan keramik Malaysia yang memerlukan bahan alumina dan akan ditindaklanjuti langsung dengan perusahaan terkait,” jelas Deden.
Sumber : validnews.id